Jiwaku, mengapa engkau menangis?
Apakah engkau
telah menemukan kelemahanku?
Airmatamu begitu pilu
hingga menikam hatiku
Sampai kau harus meratapi diri?
Tak ada yang kumiliki
kecuali kata,
Yang menterjemahkan semburat impian
Sebagai gejolak ambisi dalam hatimu
Jiwaku, kaukah engkau?
Ajaranmu telah memayungi hidupku
sedang perih deritaku
mengiringi lika-liku langkahmu
Jiwaku, inilah yang tak kunjung kupahami
Engkau terbang bebas memasuki diam kekekalan
sementara ragaku
Hanya mengisut perlahan
menuju ruang kehancuran
Engkau tak bisa mengungguku
karena raga ini tak bisa dipacu
Jiwaku, inilah siksa batinku
Biarlah diri ini terus dibayangi
kegelisahan, kesengsaraan, kenestapaan
Tapi janganlah kau torehkan itu semua
di dirimu
Apakah engkau
telah menemukan kelemahanku?
Airmatamu begitu pilu
hingga menikam hatiku
Sampai kau harus meratapi diri?
Tak ada yang kumiliki
kecuali kata,
Yang menterjemahkan semburat impian
Sebagai gejolak ambisi dalam hatimu
Jiwaku, kaukah engkau?
Ajaranmu telah memayungi hidupku
sedang perih deritaku
mengiringi lika-liku langkahmu
Jiwaku, inilah yang tak kunjung kupahami
Engkau terbang bebas memasuki diam kekekalan
sementara ragaku
Hanya mengisut perlahan
menuju ruang kehancuran
Engkau tak bisa mengungguku
karena raga ini tak bisa dipacu
Jiwaku, inilah siksa batinku
Biarlah diri ini terus dibayangi
kegelisahan, kesengsaraan, kenestapaan
Tapi janganlah kau torehkan itu semua
di dirimu