"Life is really simple, but we insist on making it complicated"
Kutipan qoute yang saya dapatkan dari internet menjadi pembuka thread ini. Dulu waktu masih kecil, menjalani kehidupan itu mudah. Bermain bermain bermain.....itu setidaknya yang aku ingat sampai menginjak tingkat sekolah menengah atas.
Hidup itu sederhana di pikiranku dulu, KULIAH KERJA KAWIN (K3), namun....???!
(K1) Sampai pada akhirnya waktu kuliah, aku mulai belajar perbedaan watak, belajar menghormati pendapat orang lain, belajar untuk menjaga lisan dan belajar untuk bermimpi. Pernah suatu ketika, saat kegiatan kemahasiswaan aku ditunjuk untuk menjadi pemimpin rapat rutin. Aku menyampaikan untuk jangan pernah lelah untuk bermimpi. Sampai pada suatu ketika, saat itu semester akhir dari perkualihanku, aku didakwa melakukan kecurangan dalam ujian oleh dosen. Bukan tidak mencoba untuk melawan, namun semua yang harus dilakukan sudah kulakukan. Sampai pada akhir usahaku, dosen yang mendakwaku mengancam teman-temanku, "apabila ada yang membantuku, akan mendapatkan ancaman sanksi yang sama". Sampai pada akhirnya aku pasrah untuk didakwa hukuman skors selama 1 (satu) semester. Nilai mata kuliah yang kuambil selama 1 (satu) semester gugur. Pada semester selanjutnya kegiatan perkulihan berjalan monoton, aku mengulang mata kuliah pada semester sebelumnya. Alhamdulillah pada semeseter ke-9, aku lulus dari kampus.
(K2) Alhamdulillah berkat bantuan dosen, sebelum wisuda, aku sudah ke Jakarta untuk bekerja. Tepat setelah bulan ke-8 aku pindah kerja. Sampai saat ini aku masih bekerja pada perusahaan yang sama. Saat ini, tepat 3 tahun setelah aku kerja di perusahaan yang sama. Walaupun sering mengeluh bekerja di perusahaan ini, usaha untuk mencari pekerjaan di perusahaan yang lain belum menuaikan hasil. Sampai pada akhir bulan ini, isu PHK menjadi kenyataan. Teman-teman kantor sudah mulai mendapatkan surat untuk Pemutusan hubungan kerja. Walaupun bukan aku yang di PHK, "sedih" itu yang aku rasakan. Karena salah satu alasan untuk menjadikanku betah di perusahaan ini adalah kondisi pertemanan yang sangat nyaman. Namun karena kondisi harga minyak dan nilai tukar dollar ke rupiah, aku harus memaklumi kebijakan tersebut.
Siang hari ini, aku kembali memikirkan "apa yang sebenarnya aku inginkan, ingin menjadi apa aku, dan masih banyak pertanyaan yang tidak jelas arahnya". Dan pada akhirnya aku berpikir aku telah tersesat selama 3 (tiga) tahun di Jakarta ini. Aku bukan menjadi diriku, aku bergerak tanpa arah.
"YA ALLAH YANG MAHA PEMBOLAK BALIK HATI DAN PIKIRAN, TEGUHKAN HATI DAN PIKIRINKU UNTUK SELALU BERADA DI JALAN YANG ENGKAU RIDHOI"
(K3) Seiring bertambahnya umur, maka berkurang juga teman dengan status "sendiri alias jombloh". Terakhir usaha mencari jodoh, aku lakukan melalui tinder. Ketemuan dengan seseorang di Bandung, setelah hampir 2 (dua) bulan, hari ini aku memutuskan untuk menganggapnya sebagai teman biasa. Aku masih berpikir positif, bahwa aku akan dipertemukan dengan jodoh terbaik, tepat pada waktunya. Lalu aku ingat, seiring dengan berlalunya bulan Ramadhan, banyak amalan-amalan yang telah aku tinggalkan, seperti sholat malam, tartil quran, dan tentunya puasa. InshaAllah dalam waktu dekat ini, aku akan berusaha untuk istiqomah menjalankan amalan-amalan tersebut lagi.
Setelah kejadian di akhir masa perkuliahan, aku baru menyadari bahwa aku takut untuk bermimpi lagi. Pada akhir tulisan ini, aku berkomitmen untuk mulai bermimpi BESAR lagi.